Jakarta, Kabarberita Indonesia-Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meyakini usulan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty dapat membantu tambahan penerimaan negara, sehingga program Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dapat berjalan.
“Negara memang lagi butuh cashflow,” ungkap Fauzi Amro, Wakil Ketua Komisi XI kepada wartawan, dikutip Jumat (22/11/2024)
Fauzi menyatakan, program pemerintahan baru membutuhkan dana yang besar. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak cukup mampu untuk membiayai program makan bergizi gratis, pembangunan infrastruktur hingga penyediaan rumah. Sementara itu defisit APBN sudah mendekati batas 3% PDB.
“Kalau kita melihat secara objektif bagaimana sukses Tax Amnesty I, Tax Amnesty II kan berhasil menggaet wajib pajak yang dari luar menggait wajib pajak yang dari dalam negeri. Kesadaran pajak orang tumbuh,” paparnya.
Dalam 10 tahun terakhir, program tax amnesty sudah dilaksanakan sebanyak dua kali. Dalam periode pengampunan, penerimaan negara alami peningkatan. Meski demikian, rasio pajak tidak ada perkembangan yang signifikan, yaitu sekitar 10%.
“Mudah mudahan dengan tax amnesty ini pendapatan negara juga akan ada, sehingga defisit kita turun dan program pak Prabowo bisa maksimal,” jelas Fauzi.
Sejumlah pakar pajak mengingatkan, program tax amnesty yang kerap digulirkan pemerintah, merupakan pertanda bahwa negara sedang mencari dana instan untuk memenuhi kebutuhan belanjanya alias butuh uang atau BU.
Program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III kini tengah diramu pemerintah dan DPR, setelah sebelumnya pada periode 2016 untuk pertama kalinya Indonesia memperkenalkan tax amnesty jilid I, lalu pada 2022 tax amnesty jilid II muncul dengan nama program pengungkapan sukarela atau PPS.
“RUU tax amnesty (TA) menjadi sebuah keniscayaan ketika negara membutuhkan dana secara instan dari wajib pajaknya,” kata Pakar Pajak yang merupakan Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono kepada Kabarberita Indonesia, Kamis (21/11/2024).
Prianto menekankan, rencana tax amnesty jilid III, dapat dilihat dari dua cara pandang yang berbeda. Selain karena pemerintah tengah butuh uang karena rasio pajak tak kunjung meningkat, juga ada indikasi pemerintah untuk mengejar underground economy.
Maka, ia menekankan, tak heran beberapa waktu terakhir pemerintah menggulirkan isu underground economy yang selama ini belum pernah terjamah oleh negara untuk dipungut pajaknya, terutama berupa pajak penghasilan atau PPh. Baik itu pengemplang pajak di sektor perkebunan sawit maupun pemenang judi online atau game online yang memperoleh pendapatan dari luar negeri.
Terutama karena latar belakang tax amnesty, menurut Prianto tidak terlepas dari fakta offshore tax evasion (pengemplangan pajak di luar negeri) yang sama-sama muncul di Naskah Akademik Tax Amnesty Jilid I dan Jilid II. Kondisi offshore tax evasion tersebut sudah diungkap ke publik melalui narasi underground economy dan penghindaran pajak di sektor perkebunan.
“Di satu sisi, Pemerintah membutuhkan dana lebih banyak untuk mengerek rasio pajak yang tak kunjung meningkat. Di sisi lain, masih ada fenomena tax evasion dan tax avoidance yang tidak atau belum dapat diatasi oleh pemerintah. Contohnya adalah praktik underground economy,” tegas Prianto.
(mij/mij)
Next Article
Belum Lama Pengemplang Pajak Diampuni, Kenapa 2025 Dapat Lagi?
Artikel Ini Merupakan Rangkuman Dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20241122071802-4-590210/alasan-dpr-usul-tax-amnesty-iii-kurangi-utang-bantu-program-prabowo