Jakarta, Kabarberita Indonesia – Tak sedikit masyarakat Indonesia pergi ke dukun ketika sakit atau mengalami penderitaan buruk lainnya. Biasanya proses pengobatan dilakukan dukun lewat cara-cara yang dianggap manusia biasa sebagai di luar kenormalan.
Salah satu paling populer adalah mengeluarkan benda asing dari tubuh, contohnya muntah paku atau benda lain dari dalam tubuh. Meski begitu, modus pengobatan dukun Indonesia seperti ini ternyata pernah diungkap faktanya oleh antropolog asal Jerman, Franz Boaz.
Sebagai wawasan, dukun dan turunannya, yakni santet atau sihir, tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di berbagai belahan dunia lain. Para dukun lazim mengobati orang dengan mengeluarkan benda asing dari mulutnya, seperti yang terjadi di Vancouver, Kanada.
Sekitar tahun 1900-an di Vancouver, Boaz geram atas praktik dukun terhadap manusia yang di luar nalar. Untuk membongkar, dia masuk ke komunitas dukun dan melakukan penyamaran. Nama samarannya adalah Quesalid.
“Terdorong oleh rasa ingin tahu terhadap tipu muslihat para shaman (dukun) dan keinginan membongkar, mulailah dia (Quesalid atau Franz Boaz) bergabung dengan kelompok shaman,” ungkap Claude Levi-Strauss, dalam Mitos, Dukun dan Sihir (1949).
Ketika sudah tergabung, Boaz terkejut atas penipuan yang terjadi dari dukun ke pasien. Ternyata, para dukun melakukan manipulasi. Sebab dia diajari oleh para rekan sesama dukun ihwal materi pantomim, sulap, menirukan perilaku orang pingsan dan kesurupan, pura-pura muntah, hingga latihan pemijatan.
Tak berhenti sampai di situ, Boaz juga diajari teknik memuntahkan benda asing, yang selama ini jadi andalan dukun. Ternyata, para dukun terlebih dahulu menyembunyikan benda asing di mulut mereka. Lalu di momen yang tepat mereka mengeluarkannya sembari mengigit lidah atau melukai gusi supaya keluar darah.
Begitu pula ketika dukun mengeluarkan benda asing dari tubuh. Mereka sudah menyiapkan benda asing itu terlebih dahulu sebelum berpura-pura mengangkatnya dari tubuh.
Praktis ketika diperlihatkan, pasien atau penonton akan takjub. Pasalnya, dukun secara tragis bisa mengobati penyakit dengan mengangkat benda asing. Padahal, itu semua sudah direncanakan terlebih dahulu lewat sistem manipulasi.
Cara seperti ini lantas dilakukan Boaz ketika dia benar-benar praktik menjadi dukun. Dengan tipu muslihat demikian, Boaz sukses membuat takjub banyak orang. Dalam sekejap, dia menjadi dukun ternama di Kanada. Itu semua terjadi tanpa sedikit orang tahu kalau dia peneliti yang berpura-pura jadi dukun.
Dari proses penyamaran itu pula diketahui ada faktor ekonomi yang melandasi gerak langkah dukun. Masih mengutip paparan Levi-Strauss, Boaz melihat para dukun tersebut ternyata iri atas kekayaan pasien.
Para pasien yang kaya dan menderita menjadi sasaran empuk para dukun untuk menggerogoti kekayaan pasien. Dukun perlahan akan meminta uang sebagai jasa penyembuhan. Dari sini kelak muncul bisnis perdukunan. Padahal itu semua hanya rekayasa.
Apa yang ditemukan Boaz tahun 1900-an, pada akhirnya dipertegas kembali oleh Levi-Strauss. Pada 1949, Strauss juga membongkar praktik dukun santet yang selama ini hanyalah permainan kepercayaan.
Menurut Strauss dalam “Dukun dan Sihirnya” (1949), dukun dan santet dapat berjalan efektif jika tiga unsur ini saling terikat.
Pertama, kepercayaan sang dukun atas keefektifan prosedur teknik yang digunakan. Dukun harus punya keyakinan atas kelancaran praktik. Biasanya, dukun akan memberikan berbagai macam cerita agar pasien atau korban percaya. Cara ini dilakukan Boaz ketika menyamar menjadi dukun.
Kedua, orang sakit atau target sihir harus percaya juga atas praktik dukun. Biasanya, rasa kepercayaan ini muncul berkaitan dengan emosi yang mempengaruhi pikiran. Orang sakit, misalnya, yang pasrah atas penyakitnya tentu tidak punya pemikiran normal untuk memahami masalah. Maka, dia pun lari ke dukun.
Ketiga, harus ada dukungan dari masyarakat atau pihak ketiga yang bisa menambah keyakinan dukun, sehingga bisa mempengaruhi korban atau pasien terkait efektivitas kerja sihir.
Misalkan, X sakit parah dan awalnya tidak percaya dukun dan sihir. Namun, akibat berada di lingkungan yang memercayai dukun dan sihir, maka X ikut-ikutan mempercayai kedua hal magis tersebut. Alhasil, timbul rasa kepercayaan dari X atas praktik dukun dan sihir.
Dari ketiga unsur tersebut, jika satu saja tidak ada, maka sihir tidak akan berhasil. Dukun pun gagal mengobati penyakit atau melakukan serangan santet. Berarti kepercayaan menjadi penting baik di pihak dukun, pasien atau korban, dan masyarakat.
Levi-Strauss menyebut ketiga ini sebagai “Kompleks Shaman”. Atas dasar ini pula, santet atau sihir tak bisa berjalan apabila ada orang yang tidak percaya. Bukan karena orang tersebut kebal, tapi murni soal kepercayaan.
(mfa/dce)
Artikel Ini Merupakan Rangkuman Dari https://www.cnbcindonesia.com/entrepreneur/20241207081503-25-594112/peneliti-bongkar-modus-penipuan-dukun-santet-keluarkan-paku-dari-tubuh