Jakarta, Kabarberita Indonesia – Harga minyak mentah terpantau berbalik melemah pada perdagangan Rabu (11/12/2024), karena pasar mengamati meningkatnya permintaan di China dan adanya potensi peningkatan permintaan pada musim dingin mendatang.
Per pukul 09:00 WIB, harga acuan Brent menguat 0,43% ke posisi US$ 72,49 per barel. Sedangkan untuk jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) bertambah 0,44% menjadi US$ 68,89 per barel.
Sementara pada perdagangan Selasa kemarin, harga minyak global cerah bergairah. Harga Brent ditutup naik tipis 0,07% di posisi US$ 72,19 per barel, sedangkan WTI menguat 0,32% di US$ 68,59 per barel.
Dukungan datang dari laporan bahwa China akan mengadopsi kebijakan moneter yang “cukup longgar” pada 2025 karena Beijing mencoba memacu pertumbuhan ekonomi. Ini akan menjadi pelonggaran pertama dalam 14 tahun terakhir, meskipun rinciannya masih sedikit.
Impor minyak mentah China juga tumbuh setiap tahunnya untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan terakhir, melonjak pada November lalu.
“Namun, peningkatan tersebut lebih merupakan fungsi penimbunan daripada peningkatan permintaan,” kata Tamas Varga dari pialang minyak PVM, dikutip dari Reuters.
“Perekonomian hanya akan terstimulasi oleh membaiknya sentimen dan belanja konsumen, oleh kenaikan permintaan agregat domestik yang digaungkan dalam peningkatan inflasi konsumen yang sehat,” tambahnya.
Selain karena ada potensi meningkatnya permintaan dari China, yang menjadi negara pengimpor minyak terbesar di dunia, musim dingin yang akan tiba beberapa hari kedepan juga turut mempengaruhi permintaan global.
Negara-negara yang masih mengandalkan pembangkit listrik tenaga minyak bumi berpotensi akan mengalami peningkatan permintaan karena kebutuhan listrik akan cenderung meningkat di musim dingin.
Sementara itu, ketegangan di Timur Tengah juga masih menjadi penopang harga minyak hari ini. Timur Tengah kembali memanas setelah pemberontak di Suriah berupaya membentuk pemerintahan dan memulihkan ketertiban setelah tergulingnya Presiden Bashar al-Assad, dengan perbankan dan sektor minyak negara itu mulai beroperasi kembali pada Selasa kemarin.
“Ketegangan di Timur Tengah tampaknya terkendali, yang menyebabkan para pelaku pasar memperkirakan risiko rendah yang berpotensi menimbulkan dampak lebih luas di kawasan yang mengakibatkan gangguan pasokan minyak yang signifikan,” kata ahli strategi pasar IG, Yeap Jun Rong, dilansir dari Reuters.
Meskipun Suriah sendiri bukan produsen minyak utama, namun letaknya yang strategis dan memiliki hubungan kuat dengan Rusia dan Iran turut mempengaruhi pergerakan harga minyak.
Di lain sisi, harga minyak juga dapat berpotensi terdongkrak jika bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) kembali memangkas suku bunga seperempat poin persentase pada akhir pertemuannya 17-18 Desember.
Hal itu dapat meningkatkan permintaan minyak di ekonomi terbesar dunia, meskipun para pelaku pasar menunggu untuk melihat apakah data inflasi minggu ini akan menggagalkan pemangkasan tersebut.
Kabarberita INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
Artikel Ini Merupakan Rangkuman Dari https://www.cnbcindonesia.com/market/20241211092141-17-594964/arab-china-as-bikin-harga-minyak-kembali-bergairah