Jakarta, Kabarberita Indonesia – Rusia telah memberlakukan tarif baru pada kategori impor tertentu dari China, sebuah langkah yang mengejutkan banyak pihak mengingat hubungan strategis antara kedua negara sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022. Keputusan ini diperkirakan akan membawa dampak signifikan pada industri furnitur domestik Rusia.
Baru-baru ini, pejabat bea cukai di Vladivostok mengklasifikasikan ulang bagian rel geser yang digunakan dalam furnitur asal China, menyamakannya dengan bagian furnitur lain yang memiliki bantalan. Akibatnya, barang-barang ini kini dikenakan tarif bea masuk sebesar 55,65%.
Asosiasi Perusahaan Furnitur dan Pengolahan Kayu Rusia mengumumkan perubahan ini dalam pernyataan tertanggal 28 November. Mereka memperingatkan bahwa peningkatan tarif yang signifikan ini “dapat menyebabkan kebangkrutan banyak importir komponen furnitur dan kenaikan harga furnitur domestik setidaknya sebesar 15%.”
Vladivostok, yang merupakan pelabuhan utama untuk pengiriman komponen furnitur asal China ke Rusia, menangani sekitar 90% dari total impor ini.
Beberapa pihak mempertanyakan mengapa China, mitra “tanpa batas” Rusia, dikenakan tarif lebih tinggi dibandingkan pemasok dari Eropa.
Alexander Shestakov, Presiden Asosiasi tersebut, menyoroti bahwa perlengkapan furnitur serupa dari Eropa hanya dikenakan tarif maksimal 10 persen.
“Volume impor perlengkapan furnitur tahunan diperkirakan mencapai $1,3 miliar. Tarif nol persen yang berlaku saat ini memberikan dukungan besar bagi industri ini,” kata Shestakov kepada Forbes, sebagaimana dikutip Newsweek, Selasa (10/12/2024).
Ia juga menekankan bahwa Rusia sangat bergantung pada impor komponen furnitur dari China karena barang tersebut tidak diproduksi di dalam negeri.
Vadim Vildanov, Direktur Utama Boyard, produsen perlengkapan kabinet Rusia, menyatakan bahwa keputusan ini akan memberikan tekanan pada pemasok asal China sekaligus merugikan produsen domestik.
“Ini bertentangan dengan kepentingan produksi furnitur domestik karena komponen dari China saat ini memenuhi kebutuhan pasar Rusia,” ujarnya.
Di pihak lain, kolumnis asal China dengan nama pena Du Juan menyampaikan rasa frustrasi terhadap keputusan Rusia. Dalam tulisannya di NetEase News, ia mengatakan, jika tindakan seperti ini dilakukan oleh Amerika Serikat, para ahli ‘energi positif’ sudah lama mengutuknya sebagai perilaku hegemonik.
“Namun terhadap langkah keras Rusia, mereka tetap diam, seperti ubur-ubur yang tidak memiliki tulang belakang.”
Hubungan dagang antara Rusia dan China telah melonjak sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022. Perdagangan bilateral mencapai rekor US$240 miliar pada 2023, didorong oleh ekspor minyak Rusia serta penjualan elektronik, kendaraan, dan mesin dari China. Angka ini meningkat US$50 miliar dibandingkan rekor sebelumnya pada 2022.
Namun, tahun ini perdagangan menghadapi tantangan baru akibat sanksi sekunder Amerika Serikat terhadap barang-barang yang dianggap mendukung operasi militer Rusia. Ekspor China ke Rusia sempat menurun pada Maret 2024, menjadi yang pertama kali sejak Maret 2022.
Meski begitu, data bea cukai menunjukkan ekspor China ke Rusia pada Oktober 2024 naik hampir 27 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
(luc/luc)
Next Article
Eropa Tabuh Genderang ‘Perang’ ke China, Ini Serangan Baru Xi Jinping
Artikel Ini Merupakan Rangkuman Dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20241210061802-4-594593/bukan-as-rusia-diam-diam-pukul-china-dengan-tarif-impor-baru