Jakarta, Kabarberita Indonesia – Setiap tahun pada tanggal 25 November di Indonesia diperingati Hari Guru Nasional. Pada tahun ini Hari Guru Nasional mengusung tema “Guru Hebat, Indonesia Kuat”.
Harapannya seluruh guru di Indonesia mampu mendidik optimal. inI demi terwujudnya fondasi kekuatan bagi masa depan negara.
Indonesia memang tak pernah kekurangan guru hebat, sekalipun sering didera berbagai masalah khususnya kesejahteraan. Kehebatan tersebut diakui negara tetangga, Malaysia, dengan meminta guru Indonesia mengajar di sana.
Tujuannya agar bisa mendidik dan mencerdaskan masyarakat Malaysia, seperti halnya masyarakat Indonesia. Hanya saja, kisah ini tak terjadi hari ini, tapi 57 tahun lalu saat sektor pendidikan Indonesia berjaya.
Malaysia Impor Guru dari RI
Permintaan para guru Indonesia untuk mengajar di Malaysia tak terlepas dari tingginya kualitas pendidikan dan guru Indonesia pada akhir dekade 1960-an. Kala itu, sektor pendidikan Indonesia jauh lebih baik dibanding negara tetangga.
Di Indonesia, sudah berdiri banyak kampus dan menghasilkan lulusan terbaik di bidangnya masing-masing. Mulai dari jenjang sarjana hingga doktoral. Lalu, kampus pencetak guru pun sudah eksis sejak lama.
Praktis, semua keunggulan menjadi daya tarik tersendiri bagi Malaysia yang baru saja berdiri pada 1957. Terlebih, kala itu, Malaysia sedang merombak sistem pendidikan dengan mendirikan sekolah pro-penduduk etnis Melayu.
Sebagai wawasan, etnis Melayu menjadi korban atas segregasi pendidikan masa kolonial Inggris. Mereka jadi tak bisa sekolah sebab hanya tersedia untuk orang Eropa.
Maka, saat merdeka, pemerintah Malaysia mendirikan banyak sekolah pro-Melayu. Namun, akibat kekurangan guru, mereka meminta para guru Indonesia mengajar di Negeri Jiran.
Harian Kompas (31 Mei 1967) mewartakan, permintaan tersebut diutarakan langsung Menteri Pendidikan Malaysia, Mohamed Khir Johari di Jakarta. Hal tersebut langsung disambut baik pemerintah Indonesia. Selain bentuk pengakuan mutu pendidikan, permintaan ini juga dianggap sebagai bentuk normalisasi diplomasi antara kedua negara yang sempat memburuk di era Presiden Soekarno.
Maka, lewat mekanisme yang diatur kedua negara, Indonesia memberangkatkan guru ke Negeri Jiran mulai tahun 1969. Jumlahnya bervariasi setiap tahun dan berkisar antara 40-100 guru per tahun.
Harian Angkatan Bersenjata (8 Agustus 1974) melaporkan, para guru Indonesia kebanyakan mengajar mata pelajaran ilmu pasti, seperti matematika, fisika, biologi dan kimia. Mereka mengajar di sekolah menengah dan perguruan tinggi.
Selama mengajar, mereka juga diminta melatih kemampuan berbahasa Melayu penduduk Malaysia. Sebab kedua negara memiliki bahasa serumpun, sehingga diharapkan membuat anak-anak Malaysia bisa berbahasa Melayu selain bahasa Inggris.
Bahkan, ada pula guru atau dosen yang turut membantu merumuskan kurikulum pendidikan. Hal ini bisa terjadi, sebab mengutip autobiografi tokoh pendidikan Indonesia Imaduddin Abdulrahim (2002), “Malaysia hanya punya tiga orang lulusan S2.”
Praktis, tak mungkin kurikulum bisa terwujud dari pemikiran tiga orang saja. Selain mengimpor guru Indonesia, Malaysia di periode yang sama juga mengirimkan pemuda terbaik belajar di kampus negeri Indonesia.
Mereka diberi kesempatan mencicip kurikulum Indonesia untuk pulang kembali dengan harapan bisa meningkatkan kualitas pendidikan Malaysia. Proses pemberangkatan guru Indonesia ke Malaysia mulai berhenti saat memasuki dekade 1980-an, saat Malaysia sudah siap melaksanakan sistem pendidikan secara mandiri.
Kini, setelah 57 tahun dari kebijakan membanggakan tersebut, kondisi dunia pendidikan Indonesia sudah berbanding terbalik 180 derajat. Malah, pada 2019 pernah ada wacana mendatangkan pengajar asing ke Indonesia.
Untungnya, hal itu tidak terjadi sampai sekarang.
(mfa/sef)
Artikel Ini Merupakan Rangkuman Dari https://www.cnbcindonesia.com/entrepreneur/20241118162105-25-589146/malaysia-minta-guru-ri-datang-ajar-warga-biar-pintar