Jakarta, Kabarberita Indonesia – Presiden Prabowo Subianto memiliki impian besar untuk menghasilkan mobil yang diproduksi di Indonesia dengan menggunakan komponen lokal produksi Indonesia secara maksimal. Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita saat pembukaan GAIKINDO Jakarta Auto Week, Jumat (22/11/2024).
“Bapak Presiden selalu menyampaikan kepada kami para menteri, Indonesia sebetulnya banyak orang-orang pintar. Indonesia juga memiliki market yang cukup besar, sehingga apa yang menjadi impian dari Bapak Presiden, menurut pandangan saya sangat masuk akal, sangat realistis,” tutur Menperin, dikutip Rabu (27/11/2024).
Impian Indonesia menghasilkan mobil nasional adalah mimpi lama para presiden yang selalu disampaikan dan dilakukan. Hanya saja, sejarah mencatat mimpi tersebut selalu berakhir kegagalan dan menjadi mimpi lama yang tak kesampaian.
Kegagalan Berulang
Keinginan pemerintah membuat mobil nasional sendiri sudah bergulir sejak awal Indonesia merdeka. Presiden Soekarno ingin masyarakat Indonesia tak tergantung atas produk kendaraan dari General Motor asal Amerika Serikat yang mendominasi jalanan.
Sebagai wawasan, pada tahun 1950-an, seluruh pabrik perakitan mobil di Indonesia merakit mobil merek General Motor dari Amerika Serikat. Sebut saja, seperti pabrik Indonesian Service Company (ISC) milik pengusaha Hasjim Ning dan Gaja Motor.
Atas dasar ini, Soekarno mendorong para pengusaha Indonesia mendirikan pabrik perakitan mobil di Tanah Air yang seluruhnya menggunakan komponen dalam negeri.
“Tapi yang harus dicapai bukan hanya terampil merakit mobil buatan AS, melainkan agar mereka mampu membuat mobil sendiri yang bertipe nasional. Karena perusahaan ini milik nasional dan harus menjadi kebanggaan nasional,” ungkap Soekarno, dikutip dari autobiografi Hasjim Ning, Pasang Surut Pengusaha Pejuang (1986).
Singkat cerita, keinginan tersebut baru terwujud pada awal 1962 dengan pembentukan Badan Pembina Industri Mobil (BPIM). Sesuai namanya, lembaga ini fokus mewujudkan mobil produksi Indonesia.
Caranya dengan mendirikan perusahaan patungan antara pemerintah dan swasta bernama PT Industri Mobil Indonesia Usaha Negara dan Swasta (Imindo Uneswa). Pabrik tersebut memproduksi komponen di dalam negeri dengan anggaran Rp18 miliar.
Ian Chalmers dalam Konglomerasi: Negara dan Modal dalam Industri Otomotif Indonesia (1995) menyebut, pemerintah lantas mengajak Yugoslavia bekerja sama tahun 1964. Kelak, Yugoslavia mengirimkan peralatan pabrik dan suku cadang untuk dirakit di Indonesia.
Kedudukan Imindo Uneswa perlahan makin kuat setelah Soekarno menetapkan perusahaan sebagai badan vital nasional lewat Keputusan Presiden No. 54/1965. Sayang, ketika fundamental produksi mobil dalam negeri sudah ada dan tinggal selangkah lagi hadir, terjadi prahara politik tahun 1965.
Presiden Soekarno lengser digantikan Jenderal Soeharto pada 1968. Berbeda dengan pendahulu, Soeharto lebih ingin pabrikan luar negeri hadir dan memasarkan mobil di Indonesia.
Salah satu menteri yang mendukung kebijakan tersebut adalah Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Soemitro Djojohadikusumo, yang juga adalah ayah Presiden Prabowo Subianto. Dia tak setuju atas gagasan Presiden Soekarno soal mobil nasional dan lebih ingin pabrikan mobil asing berdiri di Indonesia supaya ekonomi bisa tumbuh.
Akhirnya, kebijakan Soekarno tersebut berakhir kegagalan dan mobil luar negeri membanjiri pasar Indonesia. Paling besar berasal dari Jepang.
Presiden Soeharto baru berkeinginan mewujudkan mobil nasional pada 1992. Kala itu, Soeharto merasa kalah dari Malaysia yang lebih dulu memproduksi mobil nasional, Proton. Maka, dia memperkenalkan mobil nasional Maleo.
“Mobil Maleo diharapkan dapat diluncurkan pada tahun 1995 bertepatan dengan 50 tahun Indonesia merdeka,” tulis Ricardi S. Adnan dalam The Shifting Patronage (2010)
Namun, Maleo pada akhirnya kembali gagal. Malah, pemerintah mewujudkan mobil baru merek Timor. Timor dimiliki PT Timor Putra Nasional (TPN) yang dimiliki Tommy Soeharto.
Pada 8 Juli 1996, Timor diluncurkan seharga Rp37 juta. Jauh lebih murah dibanding harga mobil Jepang. Meski begitu, belakangan diketahui mobil Timor hanya ganti merek mobil pabrikan Korea Selatan, yakni KIA.
Sejarawan M.C Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2004) menyebut kalau mobil Timor adalah unit mobil KIA Sephia yang diubah logonya menjadi Timor. Unit ini diimpor langsung dari Korea Selatan sebanyak 45 ribu mobil pada tahap pertama.
Artinya, tidak ada tenaga kerja asal Indonesia dan bahan baku dalam negeri dalam produksi mobil tersebut. Pada titik ini, mimpi mobil nasional kembali tak terwujud.
Di era reformasi, wacana mobil nasional kembali mengemuka. Satu paling terkemuka adalah proyek mobil Esemka pada 2012-2014. Hanya saja, Esemka diketahui bukan mobil nasional sebab impor dalam bentuk Completely Built Up (CBU) langsung dari China.
Kini, Presiden Prabowo berkeinginan mewujudkan kembali mobil produksi dalam negeri. Keinginan tersebut harus disertai kemauan politik kuat supaya cerita kegagalan tak kembali terulang.
(mfa/mfa)
Artikel Ini Merupakan Rangkuman Dari https://www.cnbcindonesia.com/entrepreneur/20241126091420-25-591133/tinggal-selangkah-lagi-mobil-nasional-ri-gagal-terwujud