Jakarta, Kabarberita Indonesia – Alam pikir kehidupan raja-raja Jawa tiga abad lalu masih melekat di lingkaran puncak elite kekuasaan di Indonesia saat ini. Tak sedikit para elite masa kini memiliki pola kemiripan dengan Raja Jawa pendahulu.
Salah satu kemiripan dapat dilihat pada kisah hidup Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyawa yang eksis pada abad ke-18. Sejarah mencatat tokoh satu ini selalu menang pertempuran dan punya kekuatan besar.
Dia hanya sekali kalah, tapi kekalahan tersebut menambah kekuatannya. Sebab, dia diberi hak mendirikan kerajaan baru, sehingga membentuk dinasti politik baru. Kelak, dia mendapat julukan Mangkunegara I, Raja Jawa dari Solo pemimpin Kesultanan Mangkunegaran.
Bagaimana kisahnya?
Awalnya, Raden Mas Said merupakan Pangeran Jawa. Dia anak dari Pangeran Mataram (1719-1726), Arya Mangkunegara, yang dibuang VOC ke Sri Lanka saat Said berusia 2 tahun. Atas dasar ini, Said sangat membenci VOC dan Belanda, sehingga saat dewasa dia selalu memimpin pertempuran melawan kompeni sebagai wujud balas dendam.
Sejarawan Ricklefs dalam Samber Nyawa: Kisah Perjuangan Pahlawan Nasional Indonesia, Pangeran Mangkunegara I (2021) menceritakan, pertempuran pertama Said terjadi pada 1744. Kala itu, dia ikut perang bersama Raden Mas Garendi atau Amangkurat V (bertakhta, 1742-1743) dan kelompok Tionghoa melawan VOC yang dibantu Pakubuwana II (PB II) (bertakhta, 1726-1742).
Singkat cerita, Said yang berusia 19 tahun sukses memukul mundur VOC dan meruntuhkan kekuasaan PB II. Kemenangan pertama ini membuat Said diangkat menjadi panglima militer.
Setelah menang, Said kembali harus menghadapi PB II dan VOC. Pada 1749, PB II menyerang kekuasaan Amangkurat V. Namun, Said sukses kabur dan menjalin kerjasama dengan Pangeran Mangkubumi, anak Amangkurat IV dan saudara kandung PB II. Jalinan itu untuk balas dendam menyerang VOC.
Dari sini, Perang Suksesi Jawa ke-3 (1749-1757) berlangsung. Kedua tokoh elite Jawa, Said dan Mangkubumi, melawan Raja Jawa PB II yang didukung VOC. Perang berlangsung sengit.
Pada akhirnya, Said dan Mangkubumi sukses memukul mundur PB II dan VOC. Mangkubumi kemudian mengklaim sebagai Raja Mataram di Yogyakarta dan menamai dirinya sebagai Pakubuwana III.
Sementara itu, Said kembali diangkat menjadi panglima militer karena tak pernah kalah perang dan selalu garang. Gubernur VOC, Nicolaas Hartingh, menyebut diangkatnya Said sebagai panglima militer membuatnya makin gagah, sekalipun punya badan kecil.
“Meski (Said) berperawakan kecil, semangat dan gairahnya terpancar dari matanya,” kata Nicolaas.
Meski begitu, kekuasaan baru ini diusik oleh VOC yang menunjuk Raden Mas Suryadi sebagai PB III.
Alhasil, ada dua orang sebagai PB III. Satu anti-VOC. Satunya lagi, pro-VOC. Maka, perang pun kembali terjadi. Sejarawan Ricklefs dalam karya berbeda Sejarah Indonesia Modern (2004) menceritakan, perlawanan kali ini kembali membuat Belanda kocar-kacir.
Said terlalu kuat dikalahkan. Ketika ini terjadi, VOC melakukan intervensi lewat politik pecah-belah dan Perjanjian Giyanti. Perjanjian itu memuat bagi wilayah Kerajaan Mataram di Surakarta dan Yogyakarta.
Mas Suryadi sah jadi Pakubuwana III di Surakarta. Lalu Mangkubumi diangkat menjadi penguasa Yogyakarta bergelar Sultan Hamengkubuwana I (HB I). Keduanya lantas bersekutu dengan VOC melawan Said.
Pada titik ini, Said melawan VOC, PB III, dan HB I.
Meski dihajar ramai-ramai, Said tetap tak kalah. Malah dia mendapat julukan baru: Pangeran Sambernyawa yang merujuk besarnya kekuatan dan kesaktian. Hanya saja, kesaktian Said ada batas waktunya.
VOC kembali mengintervensi PB III dan HB I dengan mengadakan perundingan bersama Said. Singkat cerita, perundingan membuat Said menyerah. Namun, dia diberi hak mendirikan dinasti baru di kota Solo.
Sejarawan Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya (1996) menyebut Raden Mas Said diberi tanah dan hak politik berupa pendirian Kadipaten Mangkunegaran. Atas dasar ini, Said sah menjadi Raja Jawa bergelar Mangkunegara I.
Hanya saja, Mangkunegaran dan kedudukannya tidak kuat secara politik sebab posisinya berada di bawah Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Begitu pula wilayah kekuasaanya yang tak begitu besar. Meski begitu, Mangkunegaran memberikan Said kekuasaan yang diteruskan lintas generasi atau dinasti.
Said alias Mangkunegara I sendiri wafat 23 Desember 1795. Namun, kesultanan yang dipimpinya masih eksis hingga 10 generasi.
Kini, tiga abad setelah Raden Mas Said tiada, kisah hidupnya melekat dalam benak segelintir elite kekuasaan Indonesia modern. Tentu saja, pertempuran masa kini bukan lagi fisik. Tapi, salah satunya, pertempuran di kontestasi Pemilihan Umum yang menentukan kekuasaan.
(mfa/mfa)
Next Article
Kisah Raja Jawa Dicintai Rakyat, Tolak Kemewahan-Pilih Hidup Sederhana
Artikel Ini Merupakan Rangkuman Dari https://www.cnbcindonesia.com/entrepreneur/20241125154340-25-590939/raja-jawa-dari-solo-menang-pertempuran-sukses-bikin-dinasti