Jakarta, Kabarberita Indonesia – Industri perbankan tengah menghadapi dengan tantangan yang berat dalam menjaga likuiditasnya. Bank-bank tidak hanya bersaing satu sama lain dalam merebut tabungan masyarakat, tapi juga dengan pemerintah.
Secara keseluruhan, Bank Indonesia (BI) mencatat dana pihak ketiga (DPK) pada bulan Oktober sebesar Rp8.460,6 triliun, tumbuh 6,0% secara tahunan (yoy), turun dari sebulan sebelumnya 6,7% yoy. Dari pertumbuhan tersebut, DPK perorangan hanya mampu tumbuh 0,5% yoy per Oktober 2024, turun tipis dari sebulan sebelumnya 0,6% yoy.
Padahal, saat ini suku bunga acuan masih tinggi, dan perbankan khususnya bank digital masih gencar menawarkan bunga tabungan yang tinggi. Faktanya, pertumbuhan deposito minus 3,5% yoy menjadi sebesar Rp1.437,3 triliun per Oktober 2024.
Namun, ternyata bank juga harus bersaing dengan pemerintah dalam meraih dana masyarakat. Sebab instrumen pemerintah memiliki yield yang lebih menarik. Seperti, obligasi negara ritel (ORI) dengan bunga kupon di atas 6% dengan tenor 3 tahun.
“Jadi orang lebih banyak ke SBN (Surat Berharga Negara) dan kalau dulu kan mungkin dijualnya besar sekarang kan dijual retail Rp1 juta aja orang udah bisa beli surat berharga,” kata Sekretaris Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Anika Faisal saat ditemui di Jakarta Selatan, Selasa (11/12/2024).”Bunga deposito setinggi-tingginya saat ini di bank-bank besar itu paling mentok-mentok di 6%, 6,5%, kalau pun nego di 7%. Itu instrumen yang dikeluarkan oleh BI maupun pemerintah, Kementerian Keuangan itu ngasih bunga 7,5%. Itu diem aja, nggak usah ngapain-ngapain tuh duit bisa dapet bunga lumayan,” ujar Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch Amin Nurdin ketika dihubungi Kabarberita Indonesia belum lama ini.
Menurut Anika, obligasi negara ritel yang merupakan salah satu alternatif bagi masyarakat yang ingin mencari risiko lebih rendah dengan imbal hasil yang lebih baik. Namun, menurutnya masih ada orang yang lebih memiih untuk menempatkan dananya di deposito yang bunganya disesuaikan dengan suku bunga acuan.
“Berarti kan tantangannya adalah bagaimana kita berkompetisi dengan produk-produk di luar perbankan mungkin ada yang juga masuknya ke pasar modal ada yang masuknya ke bonds dan lain-lain,” ujar Anika.
Menurut Komisaris Independen PT Bank Jago Tbk. (ARTO) itu, perbankan harus bisa lincah mencari pendanaan selain dari DPK. Sebab, pemerintah pastinya punya kebutuhan tersendiri dalam menawarkan bunga yang tinggi.
“Menurut saya ya kalau situasi seperti itu ya kita harus bekerja dengan lebih keras untuk memikirkan alternatifnya alternatif pendanaan apalagi yang bisa kita lakukan agar kita tetap bisa menjalankan roda pertumbuhan di dalam perbankan dalam bank kita,” pungkas Anika.
Senada, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch Amin Nurdin mengatakan bahwa orang-orang lebih tertarik dengan instrument berharga yang diterbitkan negara.
“Bunga deposito setinggi-tingginya saat ini di bank-bank besar itu paling mentok-mentok di 6%, 6,5%, kalau pun nego di 7%. Itu instrumen yang dikeluarkan oleh BI maupun pemerintah, Kementerian Keuangan itu ngasih bunga 7,5%. Itu diem aja, nggak usah ngapain-ngapain tuh duit bisa dapet bunga lumayan,” ujar Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch Amin Nurdin ketika dihubungi Kabarberita Indonesia belum lama ini.
“Bahwa sekarang banyak mekanisme, instrumen lain yang bisa orang investasikan, lah. Kalau deposito ya, stuck aja duitnya”.
(ayh/ayh)
Next Article
Tekanan Likuditas di RI Belum Reda, Bankir Beberkan Penyebabnya
Artikel Ini Merupakan Rangkuman Dari https://www.cnbcindonesia.com/market/20241211161832-17-595163/pemerintah-dan-bank-berebut-duit-masyarakat-ini-buktinya