Jakarta, Kabarberita Indonesia – Para pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, menyatakan kekhawatiran mereka terkait rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 2025. Mereka khawatir kebijakan ini akan semakin memperburuk penurunan penjualan produk tekstil yang sudah terjadi saat ini akibat kenaikan harga.
Salah seorang pedagang pakaian di Pasar Tanah Abang Blok A, Tomi mengatakan saat ini penjualan para pedagang sudah sangat merosot. Hal ini terlihat dari sepinya penjualan pakaian yang dijajakannya.
“Kalau dulu Sabtu-Minggu pasti ramai, cuma sekarang biasa saja. Sebenarnya kita ini jualan larisnya pas musiman ya, jadi kalau hari-hari biasa seperti ini paling seminggu dapat satu pesanan berapa kodi. Tapi kalau sekarang nggak ada sama sekali, sudah sebulan ini saya nggak terima pesanan seperti dulu lagi,” terang Tomi, dikutip dari detikcom, Sabtu (23/11/2024).
“Jadi saya bingung juga kalau ngomongin omzet turun berapa. Karena ya beda saja sama dulu. Kalau dulu nggak perlu kita pajang dagangan saja sudah pasti laku, kalau sekarang susah,” ucap Tomi lagi.
Lebih lanjut menurut Tomi kondisi sepi pelanggan ini tidak hanya dialami oleh dirinya seorang, namun juga dirasakan para pedagang lain. Bahkan ia mengatakan karena sepi pelanggan banyak toko yang tutup permanen alias bangkrut.
“Coba keliling saja lihat-lihat berapa banyak toko yang sudah tutup. Ini di blok ini saja sudah ada berapa toko yang tutup,” katanya.
Hal senada juga disampaikan oleh pedagang tas dan aksesoris di Pasar Tanah Abang Blok B, Pito. Ia mengatakan rata-rata para pedagang pasar tekstil terbesar se-Asia Tenggara ini sudah turun hingga 80%.
“Kalau pedagang di sini saya kira omset sudah pada turun 80%. Kadang laris, kadang kagak. Kadang cuma dapat jual dua potong, kadang sepotong. Lihat saja di lantai 3A lantai lima itu, sudah banyak toko kosong. Sudah banyak yang disegel tokonya itu. Kaya ini saja toko di sebelah saya itu kan ada disegel karena nggak bisa bayar service fee (iuran pasar),” terangnya.
Pito yang sudah 36 tahun berjualan di Pasar Tanah Abang mengaku dirinya saja sudah sangat kesulitan untuk terus berdagang karena penjualan yang semakin sepi. Bahkan ia yang dulu pernah memiliki tiga toko di kawasan pasar kini hanya tersisa dua karena omzet yang kian menipis.
“Saya dagang di sini sudah 36 tahun, dari dulu ini masih PD Pasar Jaya, Blok F gitu-gitu belum ada tuh. Jadi memang sudah lama banget. Jadi suka-duka dagang di Tanah Abang itu saya sudah kenal,” kata Pito.
“Hari Senin kemarin saja jualanan saya nggak laris. Hari Selasa laris satu. Kemarin dua potong. Itu juga saya kemarin ngobrol sama orang India yang punya toko di lantai bawah itu, saya kenal dari zaman bapaknya yang jualan, dia biasa ambil barang saya. Sekarang boro-boro ambil barang, orang dia saja nggak laku-laku,” paparnya.
Lebih lanjut ia mengatakan kondisi sepi pelanggan ini juga terlihat dari banyaknya pemilik toko yang menyewakan lapak berjualannya dengan harga sangat murah. Termasuk toko yang digunakan oleh Pito saat ini.
“Dulu toko ini harga sewanya Rp 50 juta, cuma yang punya nggak sanggup, sempat kena segel. Dia ada tunggakan service fee gitu-gitu sampai dua tahun. Akhirnya yang satu tahun dia yang lunasi, setahun lainnya saya yang lunasi, terus akhirnya saya dikasih harga sewa Rp 7 juta per tahun,” ucap Pito.
“Bayangkan saja itu harga sewa dari Rp 50 juta jadi Rp 7 juta saja, ini sudah jalan tiga tahun. Sama kaya toko di belakang saya itu, yang punya sewain buat gudang atau simpan barang per tahunnya cuma berapa juta gitu, yang penting service fee-nya dibayarin sama yang sewa jadi dia nggak ada beban. Dari situ saja sudah kelihatan itu parahnya gimana sekarang,” jelasnya lagi.
(luc/luc)
Next Article
Pedagang Tanah Abang Kocar-kacir Tutup Toko Siang Bolong, Ada Apa?
Artikel Ini Merupakan Rangkuman Dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20241123125713-4-590533/pedagang-tanah-abang-nangis-omzet-anjlok-80-satu-per-satu-bangkrut
Leave a Reply