Mantan Menteri Era Soeharto Buka Suara Soal Rencana Kenaikan PPN 12%




Jakarta, Kabarberita Indonesia – Menteri Keuangan ke-19 atau Era pemerintahan Presiden Soeharto pada Maret-Mei 1998, Fuad Bawazier buka suara ihwal maraknya penolakan dari masyarakat terhadap rencana pemerintahan menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada Januari 2025.

Fuad, yang juga merupakan politikus Partai Gerindra mengaku sudah mendengar banyak penolakan terhadap kenaikan PPN yang menjadi amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perapajakan (UU HPP) itu dari berbagai kalangan, termasuk mantan pejabat negara, akadamisi, hingga para ekonom.

“Ya hampir semuanya tidak ada yang setuju kenaikan. Dari 11% menjadi 12% mulai Januari 2025,” kata Fuad dalam program Cuap Cuap Cuan Kabarberita Indonesia, dikutip Selasa (26/11/2024).

Fuad mengatakan, suara-suara penolakan itu wajar terjadi karena ekonomi masyarakat saat ini memang sedang tidak baik-baik saja, khususnya yang berkaitan dengan daya beli masyarakat. Tercermin dari kondisi deflasi 5 bulan beruturut-turut sejak Mei-September 2024, sebelum akhirnya inflasi sedikit pada Oktober 2024 sebesar 0,08%.

“Artinya banyak yang menilai ini adalah penurunan daya beli. Apalagi ke penduduk kelas menengah. Itu bisa dilihat dari macam-macam indikasi. Antara lain ada yang deposito di bank-bank itu depositnya kemungkinan menurun, sementara yang atas malah naik,” ujar Fuad.

Fuad meyakini permasalahan itu tentu akan menjadi pertimbangan Prabowo untuk meninjau kembali rencana kenaikan PPN sesuai amanat UU HPP, setelah pulang dari lawatannya ke luar negeri. Apalagi, kenaikan tarif PPN yang menjadi amanat UU itu memang bisa ditunda merujuk pada kondisi ekonomi di tanah air.

Ia mengatakan, penundaan implementasi dari amanat UU ini pernah terjadi pada 1985 saat akan berlakunya UU PPN. Kala itu, pemerintah memutuskan untuk menunda penerapan tarif PPN sebesar 10% karena memang kondisi ekonomi masyarakat belum siap untuk menanggung beban pungutan terhadap setiap transaksi barang dan jasa.

“Salah satunya saat itu PPN, yang mustinya berlaku Januari 1984 ditunda menjadi Januari 1985. Nah ini bisa saja. Misalnya apakah ditunda itu kan sebelumnya ada enggak ada pemerintahan baru ataupun tidak memang sudah harus berlaku tahun 2025, ada undang-undang,” ucap Fuad.

Fuad juga mengakui, pemerintah memang akan mendapatkan dana segar dengan mudah dari kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 2025 dengan kisaran Rp 70 sampai dengan 100 triliun. Namun, beban bagi masyarakat dengan kenaikan dari 11% menjadi 12% tentu akan memberatkan tat kala aktivitas ekonomi tengah lesu dan pendapatan masyarakat tengah tertekan.

“Itu tentunya akan mendapatkan perhatian, jadi bahan untuk mungkin akan dipertimbangkan kembali. Mudah-mudahan gitu kan. Kita juga mengalami deflasi tujuh bulan berturut-turut itu bagaimanapun juga itu adalah menjadi keperhatinan kita lah deflasi,” kata Fuad.

(arj/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Waspada! PPN 12% Perberat “Beban” Warga Kelas Menengah





Next Article



Ekonom Bongkar Biang Kerok Ekonomi RI ‘Mentok’ di Level 5%




Artikel Ini Merupakan Rangkuman Dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20241126101245-4-591147/mantan-menteri-era-soeharto-buka-suara-soal-rencana-kenaikan-ppn-12

Tinggalkan komentar

Optimized by Optimole