Abu Dhabi, Kabarberita Indonesia – Induk usaha dari HM Sampoerna (HMSP), Philip Morris International (PMI), mengungkapkan perusahaan telah berinvestasi belasan miliar dolar dan mempekerjakan 1.500 peneliti dan ilmuwan dalam pengembangan produk tembakau bebas asap.
PMI yang baru saja melangsungkan konferensi dan eksibisi produk bebas asap bertajuk Technovation yang berlangsung di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, 11 Desember 2024, menyebut perusahaan akan terus berinvestasi dan melakukan inovasi demi memberikan proposisi yang lebih baik kepada pada perokok, yang menurut catatan WHO saat ini mencapai 1,3 miliar orang di seluruh dunia.
Dalam konferensi tersebut hadir petinggi dari PMI, termasuk CEO Jacek Olczak, yang menekankan pentingnya transformasi teknologi menuju dunia bebas asap. Vice President International Communications and Engagement PMI Tommaso Di Giovanni juga menyampaikan pentingnya teknologi bagi keberlangsungan umat manusia secara menyeluruh.
Jacek menyebutkan PMI saat ini bertransformasi menjadi perusahaan sains dan teknologi yang terdepan di industri, dan dengan terobosan teknologi produk bebas asap (IQOS) membuat PMI sejajar dengan perusahaan teknologi dunia.
“Kami menyadari bahwa IQOS berada di level yang sama dengan Facebook, Meta, Amazon, Alphabet, dan Tesla sekarang,” jelas Jacek.
Tomasso mengungkapkan sejak PMI menjadi entitas terpisah dari Altria, perusahaan telah berinvestasi lebih dari US$ 12,5 miliar (Rp 200 triliun) dalam penelitian, pengembangan, komersialisasi awal, dan pembuatan produk bebas asap. Altria remi menuntaskan spinoff bisnis PMI pada 2008.
Secara spesifik, CEO PMI Jacek menyebutkan perusahaan mengerahkan 1.500 ilmuwan dan peneliti dan berinvestasi US$ 1,2 miliar (Rp 19,2 triliun) hingga US$ 1,5 miliar (Rp 24 triliun) setiap tahun untuk melakukan riset dan pengembangan produk bebas asap yang mampu menjembatani perokok untuk memperoleh alternatif yang lebih baik.
Dirinya mengklaim IQOS dapat mengurangi 90-95% zat berbahaya yang dihasilkan dari pembakaran rokok konvensional.
Jacek juga menyebut IQOS menjadi produk terbaik bagi perokok untuk berhenti merokok yang menyebut tingkat konversi mencapai 70% yang berarti 7 dari 10 orang yang mencoba produk tersebut terbukti berhenti merokok.
Meski demikian, Jacek menyayangkan masih terdapat sejumlah negara yang membatasi produk ini dan pada akhirnya, menurut pandangan Jacek membatasi pilihan konsumen pada produk tembakau dengan profil tingkat risiko lebih rendah dari rokok konvensional.
Skeptisisme dan Pengembangan Teknologi
Pertentangan, pembatasan dan lambatnya adopsi teknologi bebas asap oleh Tomasso dianggap sebagai hal yang lumrah terjadi.
“Skeptisisme datang dengan inovasi apa pun. Dan kita telah melihatnya,” ujar Tomasso.
Tomasso mencontohkan ada banyak transformasi teknologi yang terjadi secara lambat, baik karena penolakan maupun skeptisisme, namun pada akhirnya mampu merubah kehidupan umat manusia menuju kondisi lebih baik dan ideal.
Dirinya mencontohkan sabuk pengaman yang baru pertama kali diadopsi pada 1970 menjadi peraturan di negara bagian Australia, 13 tahun setelah ditemukan, dengan negara-negara maju lainnya lebih telat lagi melakukan adopsi tersebut. Saat ini penggunaan sabuk pengaman sudah menjadi hal paling umum yang wajib digunakan oleh pengemudi.
Resistensi yang sama menurut Tomasso dan Jacek ikut dirasakan oleh PMI yang coba merevolusi industri rokok dengan mengembangkan produk baru berbasis teknologi bebas asap (smoke-free) untuk mengurangi berbagai efek buruk yang muncul dari pembakaran rokok tradisional.
DIrinya menyebut pengembangan sains dan teknologi bebas asap memiliki dua peran penting, pertama untuk menghasilkan alternatif rokok yang lebih baik demi kesehatan konsumen, dan memastikan bahwa alternatif tersebut berhasil.
“PMI punya produk yang tidak sempurna, jadi orang-orang tidak menyukainya … lalu ada upaya gagal di masa lalu karena ilmu pengetahuannya belum sampai ke sana,” jelas Tomasso.
Dirinya bersaksi sains dan teknologi memiliki peran penting dalam membantu PMI memahami penyebab penyakit yang timbul karena merokok. Sekitar 100 senyawa atau keluarga senyawa ditemukan dalam asap, yang kemudian oleh PMI tingkat tersebut diturunkan melalui pengembangan teknologi produk bebas asap.
Alasan kedua mengapa sains dan teknologi penting adalah karena setelah produk sukses, ilmu pengetahuan diperlukan untuk membuktikan kepada masyarakat, kepada regulator, kepada masyarakat luas, kepada konsumen bahwa produk yang dikembangkan lebih baik.
“Badan Pengawas Obat dan Makanan di AS, ketika mereka harus menilai IQOS, mereka meninjau ratusan ribu halaman bukti, riset dan penelitian,” terang Tomasso.
Sebagai informasi pada tanggal 7 Juli 2020, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) mengizinkan pemasaran IQOS sebagai produk tembakau berisiko termodifikasi (MRTP) dengan informasi paparan yang lebih rendah. IQOS adalah produk nikotin elektronik pertama dan satu-satunya yang mendapatkan izin pemasaran melalui proses MRTP FDA.
Meski saat ini IQOS telah hadir di 92 negara, sejumlah negara lain seperti India, Turki dan Vietnam masih melarang penjualan produk tersebut. Sementara di Indonesia, seluruh produk bebas asap milik PMI dapat diperoleh dan dipasarkan oleh unit usaha miliknya, HM Sampoerna (HMSP).
(fsd/fsd)
Artikel Ini Merupakan Rangkuman Dari https://www.cnbcindonesia.com/market/20241215040106-17-596040/induk-hmsp-gandeng-1500-ilmuwan-cari-solusi-bagi-perokok