Jakarta, Kabarberita Indonesia – Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perorangan terus menurun setiap bulannya dalam tiga bulan terakhir. Bank Indonesia (BI) mencatat, perorangan juga hanya mampu bertumbuh 0,5% year on year (yoy) menjadi Rp4.068,5 triliun per Oktober 2024.
Pertumbuhan mini DPK perorangan di bawah 1% itu melanjutkan bulan September, yakni naik hanya 0,6% yoy. Pada bulan Agustus, DPK perorangan masih bisa tumbuh single digit, yakni 1% yoy.
Sementara itu, penghimpunan DPK secara keseluruhan pada bulan Oktober tercatat sebesar Rp8.460,6 triliun, tumbuh 6,0% yoy. Pertumbuhan itu juga turun dari sebulan sebelumnya 6,7% yoy.
Dari himpunan seluruh DPK tersebut, DPK korporasi tumbuh paling besar di bulan Oktober, yakni naik 12,8% yoy. Namun, pertumbuhan itu juga turun tipis dari 13,5% yoy sebulan sebelumnya.
Kemudian, DPK golongan nasabah lainnya yang mencakup pemerintah daerah, koperasi, Yayasan, dan swasta lainnya, tumbuh 2,8% yoy% per Oktober 2024. Pertumbuhan itu anjlok dari sebulan sebelumnya yang mampu naik double digit 10,7% yoy.
Seiring dengan lesunya pertumbuhan tabungan masyarakat, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan terpaut kencang hingga double digit. BI mencatat kredit yang disalurkan sebesar Rp7.576,8 triliun, tumbuh 10,4% yoy pada bulan Oktober 2024.
Sama halnya dengan DPK, pertumbuhan kredit paling banyak ditopang oleh penyaluran kredit korporasi yang tumbuh 15,6% yoy, sementara kredit perorangan hanya mampu tumbuh 4,9% yoy.
Adapun kontraksi pertumbuhan DPK dalam tiga bulan terakhir sejalan dengan menurunnya alokasi tabungan masyarakat. Berdasarkan survei dari Bank Indonesia, masyarakat dengan pengeluaran antara Rp4,1 juta-Rp5 juta mengalami penurunan alokasi tabungan paling besar.
Pada Januari 2023 kelompok tersebut mengalokasikan 18,8% untuk tabungan, sedangkan per Oktober 2024 turun jadi 14,3%. Hal ini seiring dengan naiknya alokasi dana untuk konsumsi dan cicilan pinjaman.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2019 jumlah kelas menengah di Indonesia 57,33 juta orang atau setara 21,45% dari total penduduk. Lalu, pada 2024 hanya tersisa 47,85 juta orang atau setara 17,13%.
Artinya ada sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah yang turun kelas. Data kelompok masyarakat kelas menengah rentan atau aspiring middle class malah naik, dari 2019 hanya sebanyak 128,85 juta atau 48,20% dari total penduduk, menjadi 137,50 juta orang atau 49,22% dari total penduduk.
Demikian juga dengan angka kelompok masyarakat rentan miskin yang ikut membengkak dari 2019 sebanyak 54,97 juta orang atau 20,56%, menjadi 67,69 juta orang atau 24,23% dari total penduduk pada 2024. Artinya, banyak golongan kelas menengah yang turun kelas kedua kelompok itu.
(mkh/mkh)
Next Article
OJK Sebut Ada Tekanan ke Likuiditas Bank di RI, Ini Sebabnya
Artikel Ini Merupakan Rangkuman Dari https://www.cnbcindonesia.com/market/20241206125606-17-593936/bukti-baru-warga-ri-makin-susahterlihat-dari-tabungan-di-bank